Tsunami Politik Timur Tengah

Tsunami politik yang mulai ber- gerak dari Tunisia, lalu masuk ke Mesir, kini sudah pula me- nyentuh negara-negara di kawasan Teluk Persi.

Akankah tsunami politik itu memakan korban seperti yang terjadi di Tunisia dan Mesir? Yang pasti, rakyat di negara-negara baik di kawasan Timur Tengah maupun Teluk tidak akan membiarkan momentum perubahan itu berlalu begitu saja. Apa yang terjadi di Mesir, terutama, memberikan inspirasi yang sangat menggoda sekaligus menantang bagi mereka yang hidup di negara-negara yang pemimpinnya otoriter, yang kurang memberikan kebebasan berpolitik, yang kurang memberikan akses yang sama dalam dunia politik ataupun ekonomi.

Yang terjadi di Bahrain, dan juga Iran, menjadi salah satu pertanda bahwa tsunami politik dari Tunisia dan Mesir sudah menyapu kawasan Teluk. Di Manama, Bahrain, misalnya, dari spanduk yang dibawa terbaca jelas bahwa aksi mereka mengopi demonstrasi di Mesir yang telah berhasil menumbangkan Presiden Hosni Mubarak.

Sementara Pemerintah Iran menjawab dengan tindakan tegas, bahkan parlemen mengusulkan hukuman mati kepada dua tokoh oposisi—Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi—yang diyakini sebagai penggerak perlawanan terhadap pemerintah.

Bahrain adalah negeri berpenduduk sekitar setengah juta orang dan separuhnya pekerja asing. Sekitar 70 persen dari penduduk lokal adalah kaum Syiah, sementara sisanya kaum Sunni yang menguasai tampuk pemerintahan.

Selama ini sebenarnya sudah terjadi ketegangan antara mayoritas anggota masyarakat yang Syiah dan penguasa di bawah keluarga Raja Hamad bin Isa al-Khalifa serta elite politik lainnya yang Sunni. Meski kaum Syiah tidak mempersoalkan masalah perbedaan mazhab, mereka masih mempersoalkan perlakuan diskriminatif dalam mencari pekerjaan, perumahan, pendidikan, dan juga pemerintahan.

Karena itu, begitu demonstrasi kaum muda di Mesir menuai hasil, tergeraklah mereka, kaum Syiah Bahrain, untuk juga memperjuangkan nasib mereka. Yang menarik, Bahrain seperti Mesir, yakni negara sekutu AS. Di Bahrain, negara kepulauan itu, AS menempatkan Armada V-nya. Yaman juga sekutu AS dalam memerangi terorisme.

Penguasa Bahrain—Raja Hamad bin Isa al-Khalifa yang berkuasa sejak 2002 menggantikan ayahnya—menjawab protes rakyatnya dengan menjanjikan akan memberikan uang tunai kepada semua keluarga sebanyak 2.700 dollar AS.

Apakah itu menjawab persoalan? Rasanya tidak. Karena yang mereka tuntut lebih dari sekadar kebutuhan ekonomi, yaitu adanya perubahan sistem politik yang memungkinkan mereka memperoleh akses yang sama sebagai warga negara dalam hidup berpolitik dan negara.(Juf/Kcm/rmn)

Leave a comment